Kamis, 19 Februari 2015

Metode Seismik

Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari sifat fisik dari bawah permukaan bumi berdasarkan penerapan ilmu fisika. Aplikasi dari Geofisika banyak digunakan untuk  investigasi keadaan bawah tanah seperti hidrokarbon dan air, serta untuk proses pembangunan insfrastruktur seperti terowongan, jalan raya,rumah dan bendungan. Salah satu metode geofisika yang sering digunakan terutama dalam perminyakan yaitu metode seismik. Metode ini memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam permukaan bumi untuk mengetahui kondisi  bawah permukaan bumi. Metode seismik dapat mengidentifikasi kondisi bawah permukaan bumi secara luas sehingga metode ini sangat efesien dan efektif dibandingan dengan metode yang lainya seperti metode pengeboran.
Metode seismik terbagi menjadi dua macam yaitu seismik refleksi (pantul) dan seismik refraksi (bias) namun untuk eksplorasi minyak dan gas metose seismik yang sering digunakan seismik refleksi karena dapat mengetahui kondisi permukaan hingga dalam. Metode ini memiliki tiga tahapan yaitu : akuisisi, pengolahan data dan interpretasi, ketiga tahapan tersebut sangat penting dalam menerapkan metode seismik dan saling berhubungan. Akuisisi merupakan tahap awal pengambilan data di lapangan, data yang diperoleh dari lapangan berupa field tape akan melalui beberapa proses seperti filtering, dekonvolusi, koreksi statik analisa kecepatan sehingga menghasilkan penampang seismik yang baik.

Metode Seismik Refraksi

Metode seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui penampang struktur bawah permukaan, merupakan salah satu metode untuk memberikan tambahan informasi yang diharapkan dapat menunjang penelitian lainnya. Metode ini mencoba menentukan kecepatan gelombang seismik yang menjalar di bawah permukaan. Metode seismik refraksi didasarkan pada sifat penjalaran gelombang yang mengalami refraksi dengan sudut kritis tertentu yaitu bila dalam perambatannya, gelombang tersebut melalui bidang batas yang memisahkan suatu lapisan dengan lapisan yang di bawahnya yang mempunyai kecepatan gelombang lebih besar. Parameter yang diamati adalah karakteristik waktu tiba gelombang pada masing-masing geophone.
  
Gambar 2.8. prinsip seismik refraksi.
Seismik refraksi dihitung berdasarkan waktu yang dibutuhkan oleh gelombang untuk menjalar pada batuan dari posisi sumber seismik (seismic source) menuju penerima (receiver) pada berbagai jarak tertentu. Pada metode ini, gelombang yang terjadi setelah usikan pertama (first break) diabaikan, sehingga data yang dibutuhkan hanya data first break saja. Gelombang yang datang setelah first break diabaikan karena gelombang seismik refraksi merambat paling cepat dibandingkan dengan gelombang lainnya kecuali pada jarak offset yang relatif dekat sehingga yang dibutuhkan adalah waktu pertama kali gelombang diterima oleh setiap geophone.
Parameter jarak (offset) dan waktu penjalaran gelombang dihubungkan dengan cepat rambat gelombang dalam medium. Besarnya kecepatan rambat gelombang tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang ada dalam material yang dikenal sebagai parameter elastisitas.
Kaitannya dengan prinsip-prinsip dalam metode seismik, Metode seismik refraksi menerapkan waktu tiba pertama gelombangdalam perhitungannya. Gelombang P memiliki kecepatan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan gelombang S sehingga waktu datang gelombang P yang digunakan dalam perhitungan. Gelombang seismik refraksi yang dapat terekam oleh receiver pada permukaan bumi hanyalah gelombang seismik refraksi yang merambat pada batas antar lapisan batuan. Hal ini hanya dapat terjadi jika sudut datang merupakan sudut kritis atau ketika sudut bias tegak lurus dengan garis normal (r = 900 sehingga sin r = 1). Dan hal ini sesuai dengan asumsi diawal bahwa kecepatan lapisan dibawah interface lebih besar dibandingkan dengan kecepatan di atas interface.

Motode Seismik Refleksi

Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang menggunakan gelombang akustik untuk mengetahui keadaan bawah permukaan bumi. Gelombang seismik yang digunakan berasal dari sumber getaran ( berupa dinamit,vibrator,palu hammer) yang melewati bawah permukaan kemudian di pantulkan oleh bidang batas batuan sehingga dapat diterima oleh receiver (geophone dan hydrophone). Setiap bidang batas batuan memiliki impedensi akustik yang berbeda beda. Impedensi akustik yaitu kemampuan suatu bahan untuk memantulkan atau meneruskan gelombang yang mengenai medium tersebut, Nilai impedansi akustik dinyatakan dengan persamaan :
                                                     (2.1)
dengan :
Z = Accoustic Impedance ( Impedansi Akustik)
ρ = densitas medium
Vp = kecepatan gelombang P
Perbedaan impedansi akustik antar medium akan mempengaruhi koefisien refleksi, yaitu nilai perbandingan antara amplitudo gelombang datang dan amplitudo gelombang pantul atau disebut juga reflektifitas. Nilai koefisien refleksi dinyatakan sebagai berikut :
                                  (2.2)
dengan :
RC                  =  koefisien refleksi
r1 dan r2           =  densitas medium 1 dan 2
Vp1 dan Vp2      =  kecepatan gelombang P pada medium 1 dan 2
rnVpn               =  impedansi akustik medium
Posisi koefisien refleksi mencerminkan posisi perlapisan geologi. Koefisien refleksi dapat bernilai positif maupun negatif tergantung pada besarnya impedansi akustik kedua medium yang bersangkutan dan nilai mutlaknya tidak lebih dari 1.
Penjalaran gelombang seismik yang melewati bawah permukaan akan menggukanan beberapa prinsip fisika yaitu
a.       Hukum snellius yaitu gelomban yang melewati suatu medium akan dipantulkan dan dibiaskan seperti pada gambar 2.1. P merupakan gelombang datang yang melewati suatu medium yang dipantul dan di biaskan, dari peristiwa tersebut dapat dibuat persamaan
                                      (2.3)                         
Gambar 2.9 Gelombang P yang melewati suatu medium
 (Jan van der Kruk,2005)

b.      Prinsip Fermat yaitu penjalaran suatu gelombang dari suatu titik ke titik lain akan mencari waktu minimumnya
c.       Prinsip Huygens setiap titik yang dilalui gelombang maka akan menjadi sumber gelombang baru.
Biasanya metode seismik refleksi ini dipadukan dengan metode geofisika lainnya, misalnya metode grafitasi, magnetik, dan lain-lain. Namun metode seismik refleksi adalah yang paling mudah memberikan informasi paling akurat terhadap gambaran atau model geologi bawah permukaan dikarenakan data-data yang diperoleh lebih akurat.
Pada umumnya metode seismik refleksi terbagi atas tiga tahapan utama, yaitu:
1.             Pengumpulan data seismik (akuisisi data seismik): semua kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan data sejak survey pendahuluan dengan survey detail.
2.             Pengolahan data seismik (processing data seismik): kegiatan untuk mengolah data rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk penampang seismik migrasi.
3.             Interpretasi data seismik: kegiatan yang dimulai dengan penelusuran horison, pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang hasilnya disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui struktur atau model geologi bawah permukaan.





Metode seismik refleksi mengukur waktu yang diperlukan suatu impuls suara untuk melaju dari sumber suara, terpantul oleh batas-batas formasi geologi, dan kembali ke permukaan tanah pada suatu geophone. Refleksi dari suatu horison geologi mirip dengan gema pada suatu muka tebing atau jurang.Metode seismik refleksi banyak dimanfaatkan untuk keperluan Explorasi perminyakan, penentuan sumber gempa ataupun mendeteksi struktur lapisan tanah.
 
Gambar 2.10. ilustrasi metode seismik reflaksi
Seismik refleksi hanya mengamati gelombang pantul yang datang dari batas-batas formasi geologi. Gelombang pantul ini dapat dibagi atas beberapa jenis gelombang yakni: Gelombang-P, Gelombang-S, Gelombang Stoneley, dan Gelombang Love.
Kegiatan teknis utama dalam eksplorasi seismik meliputi :
  1. Topografi / navigasi
  2. Seismic drilling
  3. Recording
Topografi  merupakan proses teknis awal yang dilakukan sebelum dilakukannya proses seismik akusisi data. Topografi ini dilakukakn untuk mendapatkan pemetaan yang jelas mengenai ketinggian, posisi serta medan dari suatu daerah yang akan dilakukan poses eksplorasi. Perencanaan dan pelaksanaan aktivitas topografi yang dilakukan meliput:
a.         Desain Line seismik
Untuk melakukan suatu survey seismik, perlu adanya desain survey yang akan dilakukan, survey seismik ini sangat erat kaitannya dengan desain lintasan dan metode akusisi yang akan dilaksanakan. Beberapa macam metode suvey seismik diantaranya adalah
·         Seismik 2D, survey ini hanya dilakukan dengan tujuan mencitrakan point-point tertentu

Gambar 2.10. desain seismik 2D
·         Seismik 3D
Explorasi seismic 3D merupakan teknologi pencitraan (imaging) bawah permukaan secara tiga dimensi.  Berbeda dengan seismic 2D yang mencitrakan point tertentu atau ‘titik’ maka seismic 3D adalah teknologi untuk mencitrakan ‘bidang’. Seismic 3D memiliki kelebihan untuk meng-eliminasi mis-tie dalam migrasi reflector miring, meningkatkan resolusi horizontal, dan memberikan citra yang lebih detail.
Berikut adalah terminologi yang sering digunakan dalam Explorasi Seismic 3D:
  • Inline: garis-garis semu yang parallel dengan bentangan receiver.
  • Crossline: garis semu yang tegak-lurus dengan Inline.
  • CMP bin: kotak semu  di bawah permukaan dengan ukuran ½RI*½SI dimana RI adalah Interval receiver dan SI interval Source. CMP bin mengandung semua trace yang dimiliki oleh CMP yang sama.
  • Patch: area dari reveiver yang merekam source yang sama.
  • Swath: area dimana receiver merakam sumber-sumber tanpa adanya perpindahan crossline (crossline roll over).
  • Salvo: sejumlah sumber tembakan yang direkam oleh patch yang sama.
  • Fold:  banyaknya mid-point yang di-stack dalam CMP bin yang sama. Besaran Fold berbeda dari bin ke bin sejalan dengan perubahan offset dan azimuth serta berubah terhadap kedalaman sejalan dengan bertambahnya offset.  Fold=NS*NR*b2, dimana NS dan NR  adalah banyaknya Source  dan Receiver dalam wilayah  tertentu dan b merupakan dimensi bin. Contoh jika per kilometer persegi terdapat 80 source dan 600 receiver dan dimensi bin 25m  maka Fold=80*600*25*25 m2/km2=30.
  • Crossline Fold: setengah dari jumlah inline dalam satu patch. Jika dalam satu patch terdapat 8 inline maka Crossline Fold=8/2=4.
  • Inline Fold: Fold/Crossline Fold. Untuk contoh kita 30/4=7.5. Dengan demikian Fold=Crossline Fold*Inline Fold=7.5*4=30.
Berikut adalah contoh untuk mendesign sebuah survey land 3D dengan kedalaman target=3000m, bin=25m dan Fold=30  dengan sistem split-spread (sumber di tengah). Dengan Interval lintasan receiver 400m:
  • Receiver Interval dapat ditentukan dengan 2xbin=2x25=50m.
  • Offset Maximum: katakanlah 90% dari kedalaman target, 3000mx90%=2700m.
  • Jumlah masing-masing receiver pada setiap sisi split spread: 2700/50(receiver interval)=54 receiver.
  • Total perekam setiap line setiap shot=2*54=108.
  • Jumlah receiver yang harus diaktifkan jika hanya tersedia 900 receiver, 108* 8=864 receiver (untuk 1 patch). Maka kita dapat memiliki 8 lintasan receiver.
  • Shot interval biasanya 2*bin=2*25=50m.
  • Crossline fold=8(banyaknya line per patch)/2=4
  • Inline Fold=30/4=7.5
  • Shot line Interval (SI) dapat  ditentukan dengan NI=(Total perekam per line/2)*Receiver interval/SI.   7.5 =(108/2)*(50/SI). Jadi SI=360m.
Terdapat beberapa teknik shooting seismic 3D, diantaranya adalah Metoda Swath Shooting:
  1. Lintasan-lintasan receiver dibentangkan secara parallel.
  2. Sumber-sumber ledakan dipasang secara tegak lurus dengan lintasan receiver.
  3. Sumber pertama diledakkan lalu dilakukan perekaman.
  4. Sumber kedua-ketiga dst sampai ke-terakhir (dalam satu patch) diledakkan dengan perekaman dilakukan untuk masing-masing ledakan.
  5. Serangkaian ledakan diatas disebut dengan Salvo-1.
  6. Pindah ke source line berikutnya, lakukan hal yang sama sehingga diperoleh salvo-2, dst.
  7. Beberapa salvo dilakukan sampai akhirnya sampai di ujung lintasan receiver sehingga diperoleh satu swath.
  8. Roll-over sebesar setengah patch kearah crossline untuk memperoleh swath 2, dst sampai seluruh areal 3D.

Gambar 2.11. Desain 3D survey seimik
·         Seismik 4D, survey 4D ini hanya dilakukan dengan membandingkan hasil survey seismik suatu daerah dengan parameter waktu. Bagaimana perubahan susunan geologi suatu daerah seiring dengan waktu.
Desain Line Seismik Meliputi:
  1. Jumlah Shot Point (Titik Tembak)
  2. Jumlah Trace (Titik Rekam)
  3. Panjang Total Kilometernya
  4. Posisi Koordinat Rencana Awal dan Akhir
  5. Sistem penomoran lintasan, trace dan shot hole
  6. Sistem Koordinat dan Geodetic Parameternya
  7. Data penunjang (keberadaan akses, demografi, kondisi sosial dan morfologi daerah survey
  8. Peta Rencana Program
  9. Interval Shot Point dan Trace
  10. Parameter Drilling dan Recording (spesifikasinya berbeda untuk seismik 3D, 2D maupun Sparse 3D)
b.        Desain Jaringan dan titik kontrol GPS
Desain jaringan GPS ini akan memudahkan dalam proses recording, sehingga titik-titik penting dalam proses recording dapat di ketahui melalui GPS.

Gambar 2. 12. Peta desain jaringan dan titik GPS menggunakan software Mesa
c.         Operasional Survey GPS

Gambar 2. 13. Proses perasional survey GPS
Pada tahapan ini adalah menentukan dan menandai titik-titik yang akan dilakukannya proses seismik.
d.        Operasional Survey topografi
Tujuannya adalah untuk menjadi acuan survey apabila akan dilakukan pengukuran lebih lanjut ke suatu koordinat prospek minyak dan gas, misalnya untuk pembangunan jalan, konstruksi rig dan lain-lain.


Gambar 2.14. pergerakan stecking out dari alat topografi
Pengolahan data survey topografi dari alat Total Station menggunakan Software GP Seismic dan beberapa program bantu yang dibuat sendiri oleh Elnusa untuk memudahkan penghitungan adjustment dan Quality Control
e.         Perencanaan aktivitas Rintis Bridging
f.         Operasional rintis bridging


1 komentar: